Kalo dulu
nongkrong di warung kopi aja udah seneng, sekarang nongkrong di café
pun banyak yang ngerasa gag puas dengan berbagai alasan :
“cafenya
kotor, waitresnya cowok semua, harganya mahal” semua itu menjadi
pertimbangan konsumen dalam memilih tempat tongkrongan yang asyik.
Dan perilaku memilah – milih itu menyebalkan bagi penjual.
Gue
pernah menghadapi orang seperti itu di toko gue.
Waktu
itu gue lagi sibuk – sibuknya ngelayani pelanggan, Suasananya panas
dan berdesak – desakan. Orang – orang pada minta pesenannya
dilayani duluan. Apesnya, saat itu gue lagi jaga toko SENDIRIAN. Gue
ulangi lagi SENDIRIAN… #mempertegas#
Meski
keadaan runyam, tapi gue mencoba bersikap profesional (pura – pura
). Gue enggak gentar, gue layani pesanan – pesanan itu satu per
satu. Waktu itu gue masih bisa ngehandle semuanya sebelum akhirnya
datang seorang wanita setengah baya yang complain pelayanan gue lama.
#padahal kalo elo tahu, dia baru aja datang semenit yang lalu#.
Gara
–gara wanita itu, orang – orang yang udah antri mulai minggu yang
lalu (terlalu lebay ya?) itu terprofokasi sama omongan wanita itu.
“lama
dech mas” profokasi ibu – ibu tadi
“iya
ini, udah dari tadi lho” ibu – ibu yang lain terprofokasi
“pegawainya
mana semua sih mas” ibu – ibu yang lain-lainnya lagi terprofokasi
Gue
jadi berasa di kerumuni sekumpulan ibu – ibu pkk yang lagi demo di
depan istana negara.
“turunin
harga minyak atau kami enggak minum minyak” #itu mah urusan mu#
Enggak
Cuma sampai disitu doang, wanita tadi dosa nerobos antrian dan
langsung minta dilayani duluan.
“layani
sama dulu, atau nggak saya bayar” #jangan berspekulasi yang aneh2#
Karena
gue menganut siapa cepat dia dapat, tentu gue enggak akan membiarkan
pelanggan yang udah ngantri lama kecewa. Jadilah gue enggak
menghiraukan orang itu. Gue anggap dia adalah patung MC Donald yang
enggak pernah ngerasa laper ketika ngeliat banyak orang di depannya.
Setelah capek mengutarakan rasa kecewanya sama layanan di toko kami,
dia pun pergi.
Sebagai
penjual gue nelangsa melihat konsumen yang bertindak semena – mena
itu. Gue akui kalo saat ini konsumen memang berada diposisi sebagai
seorang tamu yang pantas disambut dengan baik. Tapi perlu diketahui
juga kalau sebagai tamu, konsumen juga perlu menerapkan azas sopan
santun dalam bertamu. Jangan menjadi
seperti tamu yang tidak diundang. SEkian terima kasih... (lempar sandal)