Banyak
orang bilang kalau kasih dan keadilan itu nggak bisa berjalan beriringan.
Keduanya berjalan di trek yang berbeda. Jadi seolah – olah ketika kalian
melakukan salah satu diantaranya, satu yang lainnya tidak bisa kalian lakukan.
Mungkin kalian pernah mendengar beberapa kisah yang membuktikan kalo adil dan
kasih itu bisa berjalan berdampingan, contohnya seperti kisah si raja bijaksana
yang menggantikan ibu kandungnya dari hukuman cambuk yang dia buat sendiri
untuk si pencuri makanan, karena ternyata sang pencuri adalah ibunya sendiri,
dengan landasan kasih dan memegang teguh keadilan yang dia buat maka dia rela
menggantikan posisi ibunya untuk mendapatkan hukuman.
(powered by google) |
Gue
nggak akan menceritakan detail cerita itu, kalian pasti sudah pernah
mendengarnya. Yang pengen gue bahas, apakah keadilan dan kasih itu bisa
diterapkan di dunia bisnis? Bagaimana caranya? Ada nggak cerita aplikasinya?
Pernah
nggak kalian mengalami :
1.Pembagian
gaji nggak adil. Tugas yang diberikan atasan sama, tapi kenapa gaji mu dengan
teman yang lain nggak sama.
2.Atasan
punya anak mas dan anak tiri di dalam kantor.
3.Kamu
sudah bekerja cukup lama di sebuah perusahaan, tapi kenapa penghargaan yang
diberikan kantor sama dengan pegawai lain yang baru masuk.
Kalau
kalian pernah merasa atau mengalami paling tidak 3 hal diatas, mungkin kalian
perlu mendengar kisah dibawah ini :
Ada
sebuah perusahaan yang baru saja berdiri di sebuah kota kecil yang yang tingkat
perekonomiannya sangat rendah. Perusahaan itu adalah perusahaan kontraktor yang
mendapatkan kepercayaan dari pemerintah
untuk membangun sebuah kawasan perumahan layak huni di kota tersebut. Pemilik
memperkirakan estimasi pengerjaan proyek ini akan memakan waktu kurang lebih 1
tahun. Jadi mulailah dia mencari 100 pekerja untuk mengerjakan proyek tersebut.
Tidak
sulit mencari 100 pekerja di sebuah kota yang tingkat penganggurannya cukup
tinggi. Dalam sehari saja sudah ada setidaknya 2500 pelamar yang berminat.
Setelah melakukan beberapa tes, terpilihlah 100 orang yang mumpuni. Pada perjanjian
di dalam kontrak, pemilik menjelaskan
dengan detail bahwa proses pekerjaan ini akan berlangsung selama 1 tahun, dan
selama 1 tahun itu setiap orang akan mendapatkan bayaran sebesar 20 juta yang
akan dibayar diakhir tahun.
Kesepakatan
telah terjadi dan 100 pekerja itupun mulai bekerja.
Hari
demi hari berlalu, di pertengahan tahun, sang pemilik kontraktor sadar bahwa
pekerjaan membangun perumahan berlangsung lambat, 100 orang pekerja ternyata
tidak cukup untuk membangun sebuah perumahan dengan durasi 1 tahun selesai.
Maka dengan banyak pertimbangan, pemilik memutuskan membuka lowongan pekerjaan
lagi untuk mencari 100 pekerja yang akan membantu mempercepat proses
pembangunan.
Tidak
sampai 1 hari lowongan itu dibuka, setidaknya sudah ada 2500 pelamar yang
berminat mendapatkan lowongan itu. Setelah melakukan beberapa tes, terpilihlah
100 orang yang mumpuni. Pada perjanjian di dalam kontrak, pemilik menjelaskan
bahwa proses pekerjaan ini akan berlangsung selama 6 bulan, dan selama 6 bulan
bekerja itu setiap orang akan mendapatkan bayaran sebesar 20 juta yang akan
dibayar di akhir tahun.
Kesepakatan
telah terjadi dan 100 pekerja itupun mulai bekerja.
Hari
demi hari berlalu, proyek itu akhirnya berhasil diselesaikan tepat waktu.
Seperti perjanjian pada kontrak yang telah disepakati. Pemilik harus membayar
100 pekerja pada gelombang pertama sebesar 20 juta/ orang. Hal yang sama juga
dilakukannya pada pekerja gelombang kedua, pemilik harus membayar 100 orang
pekerja pada gelombang kedua sebesar 20 juta/ orang. Pemilik melakukan persis
seperti yang tertulis di dalam kontrak.
Mengetahui
bahwa pemilik ternyata memberikan perlakuan yang sama terhadap 100 pekerja pada
gelombang pertama dengan 100 pekerja pada gelombang kedua, 100 pekerja pada
gelombang pertama pun mengadakan demo besar-besaran. Mereka menuntut keadilan
sang pemilik dengan cara meminta untuk memberikan bayaran lebih dari pada 100
pekerja pada gelombang kedua.
100
pekerja itupun mendatangi pemilik dengan segala tuntutannya.
“kami
menuntut agar pemilik memberikan bayaran lebih, kami menuntut keadilan.
Bagaimana bisa bayaran yang kami terima selama 1 tahun bekerja ternyata sama
dengan bayaran 100 pekerja pada gelombang kedua yang hanya bekerja selama 6
bulan?” tuntut salah seorang pekerja gelombang pertama.
Sang
pemilik tidak terlihat gusar, dia masuk kedalam kantornya dan keluar lagi
membawa setumpuk kertas.
“
apakah kalian lupa? Bahwa aku membayar kalian sama persis seperti yang telah
kita sepakati bersama pada surat kontrak
ini? Adakah dari kalian menerima kurang dari yang tertulis di dalam kontrak?”
tanya pemilik kepada 100 orang pekerja gelombang pertama.
Semua
pekerja itu menjadi gusar karena tidak ada 1 orangpun dari mereka yang menerima
bayaran kurang dari yang tertulis di dalam kontrak.
“tapi
apakah adil memperlakukan kami yang sudah bekerja selama 1 tahun dengan mereka
yang hanya bekerja selama 6 bulan?” jawab salah satu dari pekerja gelombang
pertama.
“ saudara- saudara sekalian, bukankah
aku sudah memperlakukan kalian secara adil, kalian mendapatkan bayaran sesuai
dengan isi kontrak itu. Atau iri kah kalian karena aku murah hati kepada orang
lain?”
Kisah
diatas nggak bermaksud untuk mengajarkan pelajaran ekonomi atau manajemen
kepada kalian. Melalui cuplikan kisah diatas gue ingin kalian tahu bahwa
terkadang apa yang kita anggap tidak adil itu mungkin sebenarnya adil untuk
orang lain. Ketika kalian merasa diperlakukan tidak adil oleh dosen atau
atasan, coba lagi telusuri, apakah sikap yang diberikan dosen atau atasan itu
sebuah perlakuan ketidakadilan atau kasih?
Dosen
memberikan tugas begitu banyak kepadamu, sedangkan kepada mahasiswa yang lain
tidak, apakah itu ketidakadilan? Apakah itu kasih?
Atasan
memarahi mu ketika berbuat salah sedangkan kepada karyawan lain tidak, apakah
itu ketidakadilan? Apakah itu kasih?
Cobalah
berpikir lebih dalam lagi, maka kalian akan mendapatkan lebih banyak hal untuk disyukuri.
(cerita terinspirasi dari Matius 20 : 1-16. Tentang
“Perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar