Kamis, 29 Maret 2012

product pricing

Suatu perusahaan tentu memiliki strategi dan pertimbangannya masing – masing dalam menjual suatu produk. Untuk menetapkan harga dibutuhkan pertimbangan yang matang dan persemedian selama 40 hari (baca : rapat besar perusahaan).

Harga suatu barang dengan yang lain tentu berbeda, contohnya saja minuman coca-cola ukuran medium dengan the botol sosro jelas memiliki harga yang berbeda. Hal itu wajar dilakukan karena harga kulakan (beli) dan brand produk juga memiliki dampak yang signifikan dalam penentuan harga jual. Namun apa elo tahu kalo ternyata sekarang ini, perusahaan memiliki strategi khusus untuk meraup keuntungan sebesar - besarnya melalui penetapan harga ini??? Coba elo baca pengalaman pahit gue berikut ini :

Cerita ini bermula ketika gue sedang mengerjakan tugas kelompok. Ditengah diskusi yang melelahkan itu (gue sebenarnya gag ngapa-ngapain) gue mengalami gagal usus, jenis penyakit yang diakibatkan oleh penyempitan rahang usus melalui asam lambung yang memproduksi zat asam berlebihan… (baca : kelaparan). Mungkin karena temen gue ini peka, gue akhirnya dibawa ke rumah makan terdekat.
Naas bagi gue saat itu karena tempat makan terdekat yang kita kunjungi saat itu adalah MC. Donald, Sebuah tempat makan yang menuntut kita mengeluarkan uang lebih jika ingin mencapai puncak orgasme kepuasan (Biar enggak ngaco baca aja kenyang), masalahnya yang ada di dompet gue saat itu cuma beberapa lembar om patimura dengan pedang jagalnya. Dan saat itu gue sedang SANGAT LAPAR

Gue : kenapa milih tempat ini sih (bisik gue ke saly (temen gue))

Saly : udah, diem aja. katanya laper?

Gue : T_T (tapi kenapa uang makan ntar malam bakal kepakek siang ini juga)

Pelayan : mau pesen apa mbak?

Saly : aku paket beff burger aja (hamburger + kentang goreng + soft drink)

Pelayan mengulangi pesanan saly dan sesekali menawarkan beberapa item lagi.

Pelayan : semuanya Rp 16.800.

Busyet, uang gue saat itu enggak lebih dari Rp.10.000, gue enggak mungkin pesen kayak si saly. Waktu gue dilayani, gue Cuma menyebutkan 1 item:

beff burgernya satu dan enggak di paketin”

Pelayan & Saly : ???

Pelayan : minumnya?

Saly : mau air putih? (mungkin saly sadar kalo saat itu gue bokek)

Praduga saat itu air putih tentu tidak akan menggugurkan jumlah patimura gue lebih banyak lagi, gue pun setuju dengan saran itu. “mineral waternya satu”

Setelah pelayan menotal pembelian, gue shock dengan nominal yang harus gue bayar.
Pelayan : semuanya Rp 13.600… mau dibayar tunai atau kartu kredit??

GUE : NGUTANG MBAK!!!! (lari keliling MC.D)

Secara logika, harga yang harus gue bayar emang nggak akan segitu besarnya. Tapi coba kita lihat di struct pembayan berikut ini. :
  1. BEFF BURGER : Rp 8000,-
  2. MINERAL WATER : Rp 5600,-
Gue enggak nyangka, air botol yang isinya Cuma 330 ml dan mereknya gue enggak tahu itu harganya lebih mahal dari minuman saly yang notabenya adalah coca-cola. Bagi kebanyakan orang kasus seperti ini tidak lazim terjadi, tapi di dalam dunia pemasaran tentu hal ini adalah wajar. Meski syok tapi gue salut sama pemberian harga di tempat ini, setiap barang yang dijual memiliki target pasarannya masing – masing, dan itu adalah kunci utama dalam dunia pemasaran…

Sampai disini aja postingan kali ini. buat kalian yang masih bingung Apa itu target pemasaran? Dan apa gunanya target pemasaran itu? Gue akan bahas di postingan berikutnya, setelah gue berhasil melewati nanti malam tanpa makan T_T…..



Minggu, 25 Maret 2012

To be Professional

Tidak semua pekerjaan dapat dikatakan sebagai profesi. Supir bus, pelayanan restoran,Tukang becak, tukang jamu, tukang pukul, tukang ngambek, tukang bikin ribut, tukang tipu, mereka masuk kedalam kategori jenis-jenis pekerjaan  dan bukan sebagai profesi. Utnuk mempertegas pernyataan ini kita lihat definisi profesi berikut ini :

PROFESI, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup yang mengandalkan suatu keahlian, yang dimana keahliannya tersebut dapat berdampak bagi masyarakat secara luas.

Jelas terlihat kalo proefesi dan pekerjaan itu dibedakan berdasarkan dampaknya terhadap lingkungan. Seorang Akuntan publik dan tukang jamu sama-sama memiliki keahlihan khusus, tapi apakah dampak yang ditimbulkan dari masing-masing pekerjaan itu sama besarnya?.

Kesalahan sedikit yang ditimbulkan seorang akuntan dalam mengatur debit kredit akan berdampak besar bagi suatu perusahaan, sedangkan kesalahan yang ditimbulkan tukang jamu tidak akan berpengaruh sejauh itu (kecuali si penjual jamu psikopat dan menaruh racun di dalam jamunya, jamu itu dicekokkan ke mulut semua orang satu komplek sehingga mereka mati keracunan).

Nah, sekarang yang menjadi pertanyaan terakhir yang ada di otak elo pasti adalah “apakah pengusaha itu tergolong kedalam sebuah profesi?”

Jawaban gue tetap sama, belum tentu! semua tergantung dari sejauh mana usaha itu berpengaruh terhadap lingkungannya.

Yang menjadi permasalahannya adalah, banyak orang menganggap bahwa bekerja secara professional itu hanya perlu dilakukan oleh pekerjaan – pekerjaan tertentu saja, seperti dokter, polisi, pegawai pemerintah, pengusaha, etc.

Sopir, pelayan, pembantu, dan segala macam tukang memang masih belum bisa dikatakan sebagai suatu profesi. Namun bukan berarti mereka tidak bekerja secara professional. Menurut gue, apapun pekerjaannya, kita dituntut untuk professional. Coba bayangkan kalo supir bus enggak professional (seperti yang terjadi beberapa kasus yang marak terjadi), BBM pasti udah naik dari zaman pra sejarah gara- gara orang- orang takut mati kalo naik bus. *bus=tranportasi ke akhirat*

Pekerjaan tukang bus itu lebih keren lho dari seorang dokter. Kalo dokter hanya bisa menyelamatkan 1 orang dalam sekali operasi besar. Supir bus bertanggung jawab menyelamatkan sejuta umat dari kecelakaan setiap harinya (udah kayak superman aja itu).

Maka dari itu alangkah indahnya kalo apapun pekerjaan dan profesi yang kita lakukan itu dilakukan secara professional. Gue jamin dech enggak akan ada lagi yang namanya KORUPSI, *yang ada cuma pembunuh professional doank* LOL
“whatever your job, you must to be professional”

Sabtu, 24 Maret 2012

demonstrator

Isu kenaikan BBM membuat rakyat resah… berbagai macam bentuk demonstrasi dilakukan sebagai bentuk penolakan, mulai dari mahasiswa, buruh,  organisasi, ibu-ibu, bapak-bapak, semua yang ada disini (kayak lagunya inul) semuanya pada turun ke jalan menyuarakan penolakan dengan spanduk, yel-yel dan ancaman-ancaman bagi pemerintah.
 (powered by google)

Gue mendukung segala macam bentuk aspirasi tersebut, toh kalo aspirasi mereka di dengar gue juga untung. Tapi masalahanya apa dengan kita turun ke jalan itu aspirasi kita bisa tersampaikan??? Contohnya beberapa kali gue melihat aksi demo serupa di daerah sekitar kampus. Pendemo teriak-teriak, mempertontonkan adegan dramatikal, memasang spanduk, dan coba kalian tebak, siapa yang mendengarkan mereka???

1. Polisi yang mengawal . (ngapain demo ke patung, mereka enggak akan menyampaikan aspirasi kalian 
2. Pengguna jalan. (mereka malah menghina kalian gara-gara bikin macet)
3. GEPENG/ gelandangan pengemis. (Mendengar isi demo malah bikin mereka stress)

Gue setuju dengan pendapat saudara Rizal Anshori dari Fakultas Perikanan UB, gagasannya (dimuat di jawapos hari ini) tentang demonstrasi yang lebih baik di lakukan di stadion sangat bagus.

“ada baiknya, demo menyampaikan aspirasi dan tuntutan kepada pemerintah di lakukan di stadion bola dengan mengundang pemerintah untuk hadir. Toh waktu kampanye mereka juga mengundang kita untuk hadir, jadi waktu diundang untuk mendengarkan aspirasi mereka seharusnya juga datang kan” begitulah cupilkan gagasan saudara Rizal. (selengkapnya bisa elo baca di Koran).

Gue juga sependapat dengan gagasan itu. Buat apa juga kita turun ke jalan, kalo nggak jelas juntrungannya siapa yang akan mendengar teriakan kita. Gunakan hak bersuara dengan baik, denganc ara yang baik pula.

“Setiap warga berhak menyampaikan aspirasi. Tinggal bagaimana setiap individu menginnovasikan dan memilah cara mana yang efektif dan efisien, sehingga aspirasi itu tersampaikan dengan baik”
~Stevan Nataniel~


Jumat, 23 Maret 2012

Sejarah Karonet (part2)

" Sukses lebih sering datang pada orang yang berani bertindak.
Jarang datang pada orang yang takut ambil resiko "
~jawaharlal nehru~

Enggak ada kunci yang pas untuk meraih sukses kecuali keberanian, itu yang gue yakini saat menerima tantangan papa membuka usaha baru. Modal yang diperlukan untuk usaha warnet itu enggak sedikit, perlu puluhan juta rupiah. Diusia gue yang masih 16 tahun (waktu itu), mengendalikan bisnis yang bermodalkan puluhan juta itu membuat gue takut. Dan rasa takut itu terkadang berlebihan:

“apa usaha ini nanti berhasil ya?” “apa gue sanggup ya” “apa gue bisa sekalian jual Vcd bajakan ya?”  pikiran itu selalu melekat di dalam otak gue.

Tapi semua pikiran negative itu gue tepis.Dengan berdasarkan pemikiran Nehru diatas, gue bertekat untuk terus maju dan nggak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini.

Layaknya seorang investor asing yang ingin berinvestasi, gue harus menandatangani bekas – bekas (baca: Berkas)dan menyetujui beberapa perjanjian yang diinginkan oleh sang investor (papa). Berikut adalah beberapa perjanjian yang harus gue taati :

1. Modal disediakan penuh oleh investor, kerusakan dan kehilangan ditanggung pemilik (gue)
2. Pemilik harus menyetorkan deviden setiap bulan, terhitung sejak tanggal pengoperasian.
3. Pemilik bertanggung jawab penuh atas jalannya usaha.
4. Hal lain – lain seturut perpindahan kekuasaan di atur belakangan (???)
5. Keinginan investor mutlak harus dipenuhi

Kalau elo masih bingung dengan bahasa perjanjian diatas, gue akan terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia gaulnya:

1. Kalo ada barang hilang (peralatan computer), gue adalah orang yang akan dibunuh pertama kali 
2. Keuntungan yang gue dapatkan adalah beberapa keping uang receh
3. Gue harus memberi CPU makan rutin tiap hari
4. Setiap saat gue bisa dimutasi (jaga warnet atau toko) sesuai keinginan mereka.
5. Posisi sebagai ahli waris aman selama gue enggak dibuang ke kali (baca : sungai) berantas.

Dari hasil perjanjian itu gue meragukan satu hal, “pemilik sama pembantu apa bedanaya sih???”
tanda tangan sudah tercetak dan modalpun sudah keluar, dengan modal segitu banyaknya gue dituntut untuk mencetak uang yang lebih banyak lagi. Saat itu gue emang ragu dan enggak yakin, tapi apapun yang akan terjadi gue HARUS siap… HARUS


Selasa, 20 Maret 2012

Tempurung


Orang Indonesia itu bagaikan katak dalam tempurung”

Itulah penjelasan dari dosen ekonomi manajerial tadi pagi. Hal itu cukup mengagetkan karena sejauh yang gue tahu dari media – media massa, orang – orang Indonesia itu lebih mirip Udang di balik batu. (Siapa yang tahu kalo dibalik batu ada udang? Itu misteri!!) Hal itu membuat kita kudu waspada, kalo ada orang di jalan yang tiba – tiba aja ngasik kita uang, jangan diterima dia pasti adalah udang. Jangan diterima (kasik gue aja).

Balik lagi ke pernyataan dosen ekmen, Katak di dalam tempurung itu makluk yang tersiksa, hidup di tempat yang sempit, gelap dan yeyek (baca : jijik).

Ada 2 tanggapan dari gue tentang peribahasa itu :
  1. Tempurung itu apa???
  2. Kesurupan setan apa sehingga si doi (katak) mau tinggal di tempurung.
Dosen gue bercerita tentang kehidupan rakyak yang kurang sejahtera secara financial. Di era reformasi ini beliau merasa Indonesia ini berjalan di jalan yang salah.
masih ingat tentang pernyataan Soeharto yang ingin menjadikan Indonesia setara dengan Jepang?” Tanya dosen ekmen.

Terus terang yang gue inget dari pernyataan mantan presiden Ri itu Cuma “Proklamasi” nya doank…

Elo : itu bukan Soeharto, dodol!!!

Layaknya di dalam tempurung, masyarakat Indonesia saat ini hanya bisa menjalankan bisnis yang cenderung mengarah ke imitation entrepanuers doang ketimbang innovation Entrepanuers. Dan kalo kita amati lagi. Jepang adalah Negara yang menerapkan innovation Entrepanuers dengan sangat baik.

Kalo kita mengerti sejarahnya, Dulu Jerman adalah Negara dengan technology tercanggih. Jepang yang waktu itu belum setenar sekarang mengadopsi system technology yang dianut Jerman. Dan bagusnya, dia bukan hanya meniru tetapi juga berinovasi sehingga dari teknologi tiruan itu mereka menemukan sebuah system baru yang lebih canggih dari Jerman. Hal itu berbeda dengan imitation entrepanuers yang diterapkan Indonesia. Kita lebih puas meniru ketimbang harus disuruh berinovasi dengan hal – hal baru.

Dari situ gue berkesimpulan kalo orang – orang yang menjalankan imitation entrepanuers itu lebih cocok di sebut seperti katak dalam tempurung. Dia hanya terpatok dengan keadaan yang sempit di dalam tempurung tanpa meyadari peluang yang begitu luas di luar tempurungnya.

Mungkin postingan ini kelihatan naïf karena gue sendiri masih tergolong entrepanuers yang cenderung mengimitasi bisnis orang. Tapi harapan gue, kita bisa sama – sama belajar untuk berani berinovasi.

Kita hanya terpatok pada bagaimana kita bisa seperti Orang lain, Bukan pada bagaimana kita bisa melebihi Orang lain”
~Stevan Nataniel~

Sabtu, 17 Maret 2012

sejarah karonet

Postingan ini dimuat untuk mengenang perjuangan gue dalam mendirikan bisnis warnet :

Waktu kecil gue pernah mengajukan sebuah proposal (baca: rengekan) ke papa buat dibukain sebuah usaha rental pe-es. Terus terang gue ngebet banget sama bisnis satu ini karena gue rasa bisnis ini adalah salah satu ide bisnis terhebat di masa itu (sekitar 5 tahun yang lalu), Coba elo lihat data berikut ini :

“8 dari 10 anak di kampung lebih memilih main winning dari pada petak umpet”

Coba elo pikir? Betapa berprospeknya bisnis ini jika dijalankan. Gue bisa membayangkan gue masuk daftar orang terkaya versi forbes…hahaha*oke. Ini mungkin sedikit lebay*

Gue udah berusaha dengan semaksimal mungkin untuk ngerengek ke papa, tapi sayang papa menolaknya mentah – mentah dengan alasan yang enggak masuk akal

Papa : kalo kamu usaha kayak gini, papa jamin kamu enggak akan naik kelas

Hingga akhirnya gue bernazar.

Gue :  Oke aku akan buktikan kalo tanpa bisnis ini pun AKU AKAN TETAP tinggal kelas…

PAPA : (lempar sepatu)

Intinya gue enggak diperbolehkan untuk membuka usaha itu karena kuatir gue akan jadi gamer maniak yang hobby nginep di rental-rental pe-es. Padahal kalo papa mikir lebih logis jauh lagi, gue bakalan lebih betah di rumah kalo ada usaha itu, *kan rental pe-es nya dirumah*

Tiga tahun yang lalu mas agong (saudara gue) yang baru aja lulus dari sekolah IT nawarin papa untuk share di usaha warnetnya. Yang perlu kami lakukan hanya join modal dan tempat sedangkan program dan barangnya akan disediakan sama mas agong. Dan saat itu papa terlihat tertarik :

Mas Agong : usahanya gampang om, nanti tinggal bayar orang aja buat jaga. Selesai dech

Papa : masak iya sesimpel itu? Terus kalo ada yang rusak?

Mas agong : nanti saya yang benerin (dengan gaya meyakinkan)

Papa : fungsinya warnet itu untuk apa sih?

Mas agong : jadi om BELUM TAHU warnet itu apa???

Sebelum mas agong menjelaskan apa itu warnet, maka gue lebih dulu menyelanya dan menjelaskan apa itu warnet menurut versi umumnya :

Gue : warnet itu tempat kita bisa mencari segala macam informasi pa. Tugas, makalah, berita, dan kita juga bisa belajar disini kayak disekolah.
Hal itu jelas bertentangan dengan otak gue yang berteriak keras :

“gue bisa main game online sepuasnya”

Gue : aku jamin aku akan dapat ranking kalo bisa dapat jaringan internet lewat warnet. Temen ku yang pinter –pinter belajarnya di warnet pa (tambah gue lebih meyakinkan)

Papa : beneran itu?

Mas agong: bener om… (sok tahu)

Papa : oke kalau gitu, kalo kamu pingin buka warnet kamu harus penuhi syarat-syaratnya papa dulu????

Apa aja syarat-syarat itu. Kita tunggu postingan selanjutnya !!!

Minggu, 11 Maret 2012

penculikan eksekutif

Nasib liburan di Jakarta kali ini tidak mengecewakan. Gue bisa ngomong gitu tentu bukan tanpa alasan. Gue dan Robby berencana untuk merasakan hidup sebagai gelandangan, berkeliaran di tengah jalan tanpa tujuan, tidur di kolong jembatan, dan berteman dengan waria-waria. Gue udah menyiapkan hati untuk itu, tapi ternyata peruntungan kita berbalik.

Kami diculik oleh seseorang dan membawa kami ke tempat yang tidak terduga, yang melenceng dari tujuan kami ke Jakarta. Kami berdua dibawa ke suatu tempat yang asing bagi kami. (jelas aja, ini Jakarta man).

(tempat santai)

Tambah Gambar

(lobi luar kamar)

(pemandangan dari depan kamar)

(kamar yang lebih dingin dari Malang)

Mendapati kami berada di tempat seperti itu, kami sadar kalo tujuan kami di Jakarta tidak akan tercapai. Tapi masa bodoh dengan tujuan gila itu, (gue enggak bersungguh-sungguh soal waria diatas).

Gue baru tahu kalo saudaranya Robby itu tajir –tajir, dan itu mengubah 100% pikiran kita tentang Jakarta.

Jakarta is Amazing if you find the right people there”