Jumat, 23 Maret 2012

Sejarah Karonet (part2)

" Sukses lebih sering datang pada orang yang berani bertindak.
Jarang datang pada orang yang takut ambil resiko "
~jawaharlal nehru~

Enggak ada kunci yang pas untuk meraih sukses kecuali keberanian, itu yang gue yakini saat menerima tantangan papa membuka usaha baru. Modal yang diperlukan untuk usaha warnet itu enggak sedikit, perlu puluhan juta rupiah. Diusia gue yang masih 16 tahun (waktu itu), mengendalikan bisnis yang bermodalkan puluhan juta itu membuat gue takut. Dan rasa takut itu terkadang berlebihan:

“apa usaha ini nanti berhasil ya?” “apa gue sanggup ya” “apa gue bisa sekalian jual Vcd bajakan ya?”  pikiran itu selalu melekat di dalam otak gue.

Tapi semua pikiran negative itu gue tepis.Dengan berdasarkan pemikiran Nehru diatas, gue bertekat untuk terus maju dan nggak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini.

Layaknya seorang investor asing yang ingin berinvestasi, gue harus menandatangani bekas – bekas (baca: Berkas)dan menyetujui beberapa perjanjian yang diinginkan oleh sang investor (papa). Berikut adalah beberapa perjanjian yang harus gue taati :

1. Modal disediakan penuh oleh investor, kerusakan dan kehilangan ditanggung pemilik (gue)
2. Pemilik harus menyetorkan deviden setiap bulan, terhitung sejak tanggal pengoperasian.
3. Pemilik bertanggung jawab penuh atas jalannya usaha.
4. Hal lain – lain seturut perpindahan kekuasaan di atur belakangan (???)
5. Keinginan investor mutlak harus dipenuhi

Kalau elo masih bingung dengan bahasa perjanjian diatas, gue akan terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia gaulnya:

1. Kalo ada barang hilang (peralatan computer), gue adalah orang yang akan dibunuh pertama kali 
2. Keuntungan yang gue dapatkan adalah beberapa keping uang receh
3. Gue harus memberi CPU makan rutin tiap hari
4. Setiap saat gue bisa dimutasi (jaga warnet atau toko) sesuai keinginan mereka.
5. Posisi sebagai ahli waris aman selama gue enggak dibuang ke kali (baca : sungai) berantas.

Dari hasil perjanjian itu gue meragukan satu hal, “pemilik sama pembantu apa bedanaya sih???”
tanda tangan sudah tercetak dan modalpun sudah keluar, dengan modal segitu banyaknya gue dituntut untuk mencetak uang yang lebih banyak lagi. Saat itu gue emang ragu dan enggak yakin, tapi apapun yang akan terjadi gue HARUS siap… HARUS


Tidak ada komentar:

Posting Komentar